Ruang, Gender dan Kualitas Hidup Manusia: Sebuah studi Gender pada komunitas perantau dan pengelola kebun di Jawa Barat
Abstract
Merantau merupakan salah satu strategi peningkatan sumber penghidupan masyarakat bilamana sumber pendapatan terbatas. Pada masyarakat agraris, merantau juga merupakan suatu strategi untuk meluaskan areal garapan. Kajian ini mencoba melihat bagaimana pola pengetahuan yang terbentuk dari preferensi dan pengalaman perempuan dan laki-laki di dalam lahan yang kemudian menentukan di ruang mana mereka lebih banyak berkiprah. Kajian dilakukan di Kecamatan Rajadesa dan Panjalu Ciamis, Jawa Barat di dua kecamatan yang sebagian masyarakatnya merantau untuk bekerja di sector pertanian (Kecamatan Rajadesa) maupun di sektor non-pertanian (Kecamatan Panjalu). Studi menunjukkan adanya pembagian ruang yang jelas bagi laki-laki dan perempuan untuk lebih berkiprah. Pembagian ini dipengaruhi oleh tanggung jawab di rumah, tanggung jawab di masyarakat, keamanan, jarak tempat bekerja dengan rumah, serta kondisi fisik. Faktor fisik menjadi pertimbangan utama baik bagi perempuan maupun laki-laki. Selanjutnya tanggungjawab menjadi penentu lokasi kegiatan mereka, bagi perempuan tanggung jawab domestik lebih penting sedangkan bagi laki-laki tanggung jawab komunitas lebih utama. Faktor keamanan dan jarak menjadi faktor berikutnya. Area di sekitar rumah seperti pekarangan, menjadi domain perempuan. Kebun kayu dan kopi merupakan domain laki-laki. Laki-laki cenderung untuk mengubah lahan yang produktif untuk lebih ditingkatkan produksinya, sementara perempuan cenderung untuk mengubah lahan yang kurang produktif seperti pekarangan dan kebun kelapa. Sawah, kolam ikan, pekarangan merupakan tipe penggunaan lahan yang dipertahankan keberdaannya. Selain karena tidak mudah mengubah ke bentuk lain juga karena manfaatnya yang besar untuk bahan pangan sehari-hari. Perempuan memiliki kecenderungan lebih positif dalam memandang masa depan dan menerima kehidupannya. Sementara laki-laki Nampak lebih banyak menilai dan ingin mengubah apa yang mereka alami dan hadapi. Hal ini hampir sama dengan pandangan perempuan yang melihat sesuatu dari jangka pendek, selama kebutuhannya saat ini terpenuhi, maka mereka sudah memandang kehidupannya secara positif. Sedangkan laki-laki harus menanggung anak dan istrinya sehingga memiliki pemikiran yang lebih jauh ke depan. Perbedaan sudut pandang ini yang menentukan strategi dalam menghadapi hidup yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, dan tentu saja bersifat komplementer. Berdasarkan data BPS dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Kabupaten Ciamis mempunyai selisih yang besar antara nilai Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pemberdayaan Gender yang menunjukkan timpangnya pemberdayaan di bidang perempuan. Rekomendasi selanjutnya adalah perlu adanya penguatan hak perempuan atas lahan dan memperbesar penghargaan terhadap kontribusi perempuan dalam ekonomi rumah tangga