Working Paper

Potensi dan tantangan dalam pengembangan skema ko-investasi jasa lingkungan di Kabupaten Buol, Indonesia

Abstract

Pengembangan skema ko-investasi untuk penyediaan jasa lingkungan sekaligus untuk meningkatkan kehidupan petani memerlukan pemahaman yang komprehensif tentang kondisi jasa lingkungan yang ada serta bagaimana petani berinteraksi dan memanfaatkan sumber daya alam. Penelitian ini dilakukan selama pelaksanaan proses pengembangan skema ko-investasi jasa lingkungan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Skema ko-investasi bertujuan membantu petani dan pemerintah daerah mengelola lanskap secara berkelanjutan dan meningkatkan penghidupan petani menjadi lebih baik. Dengan menggunakan kerangka penelitian CaSAVA (Capacity Strengthening for Vulnerability Assessment), kami memetakan berbagai permasalahan lingkungan dan sosial-ekonomi yang dihadapi petani dan pemerintah daerah serta hal-hal yang mempengaruhi kerentanan mereka maupun isu-isu yang menjadi tantangan pelaksanaan skema ko-investasi jasa lingkungan. Lanskap Buol merupakan gambaran sebuah wilayah yang berbatasan dengan hutan yang dikonversi menjadi lahan intensif berupa perkebunan kelapa sawit dan ladang jagung yang sangat luas. Letak geografis Buol di sepanjang garis pantai Laut Sulawesi menawarkan pilihan penghidupan yang beragam bagi masyarakat, tetapi hal ini juga menghadapkan mereka pada berbagai persoalan lingkungan maupun sosial-ekonomi. Masalah sosial ekonomi yang dihadapi petani termasuk hama dan penyakit tanaman, kelangkaan input pertanian, dan keterbatasan akses penjualan produk pertanian. Sementara itu, permasalahan lingkungan yang dihadapi adalah abrasi pantai dan runtuhnya sempadan di sepanjang sungai Buol. Kurangnya akses pasar dan jalan yang baru saja dibangun belakangan ini juga menghambat pertumbuhan industri atau perusahaan swasta sehingga pembeli jasa lingkungan potensial tidak tersedia di daerah ini. Oleh karena itu, skema ko-investasi yang melibatkan dana publik dianggap paling layak untuk Buol. Kegiatan ko-investasi dalam bentuk usaha pertanian yang peka iklim akan dapat mempertahankan dan merehabilitasi ketersediaan jasa lingkungan. Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam pengembangan skema ko-investasi adalah peningkatan kesadaran petani dan pemerintah tentang jasa lingkungan. Juga peningkatan kemampuan memantau kualitas dan kuantitas jasa lingkungan. Permasalahan rendahnya kesadaran dan kapasitas para pemangku kepentingan dapat diatasi dengan kegiatan penyadaran dan pelatihan. Namun, tantangan paling berat yang dihadapi adalah kemauan dan komitmen petani dan pemerintah untuk bekerjasama, suatu hal yang membutuhkan proses belajar bersama dan negosiasi antar para pihak yang terlibat. Kehadiran perantara (honest brokers) yang memiliki kemampuan dan kapasitas dalam melakukan fasilitasi dan mediasi juga sangat diperlukan